BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan tasawuf di
Indonesia berkaitan erat dengan proses islamisasi di kawasan Nusantara. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara
merupakan jasa para sufi. Berdirinya
kerajaan Islam Pasai menjadi titik sentral penyiaran agama Islam ke berbagai
daerah di Sumatra dan pesisir utara Pulau Jawa. Penyebaran Islam ke Pulau Jawa
juga berasal dari kerajaan Pasai, terutama berkat jasa Maulana Malik Ibrahim,
Maulana Ishak, dan Ibrahim Asmoro yang ketiganya adalah abituren Pasai. Karena
kegigihan dan keuletan mereka maka lahirlah kerajaan Islam di Jawa yaitu
Kerajaan Demak yang kemudian menguasai Banten dan Batavia melalui Syarif
Hidayatullah. Perkembangan
Islam di Pulau Jawa kemudian digerakkan oleh Wali Sanga. Sebutan tersebut sudah
cukup menunjukkan bahwa mereka adalah penghayat tasawuf yang sudah sampai pada
derajat “wali”.
B. Rumusan
Masalah
1. Menjelaskan tokoh-tokoh tasawuf di
Indonesia
2. Menjelaskan ajaran yang di bawa
tokoh-tokoh tasawuf
3. Menjelaskan penyebaran yang di lakukan
di pulau-pulau jawa
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui tokoh-tokoh
tasawuf di Indonesia
2. Untuk mengetahui ajaran
yang di bawa tokoh-tokoh tasawuf
3. Untuk mengetahui penyebaran
yang di lakukan di pulau-pulau jawa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Syeikh
Hamzah Fansuri
Kiranya namanya di nusantara, kalangan ulama dan
sarjana penyelidik keislaman tidak asing lagi. Hampir semua penulis sejarah
Islam mencatat behwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syeikh Samsudin
Sumatrani adalah tokoh sufi yang sepaham dengan al-Hallaj, faham hulul,
ittihad, mahabbah dan lain-lain adalah seirama. Syeikh Hamzah Fansuri diakui
salah seorang pujangga islam yang sangat populer di zamannya, sehingga kini
namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusteraan Melayu dan Indonesia.
Namanya tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan islam
dinusantara dari abadnya hingga abad ini.
Sufi yang jelas-jelas berpengaruh luar biasa dalam kehidupan intelektual
al-Fansuri adalah Muhyidin ibnu ’Arabi. Akan tetapi, karya-karya al-Fansuri
juga menunjukkan bahwa dia akrab dengan ide-ide para sufi semisal al-Jilli
(wafat 832 H/ 1428 M), Aththar (wafat 618 H/ 1221 M), Rumi(wafat672H/1273M),dll.[1]
B.
Syeikh
Yusuf Makasari
Seorang tokoh sufi yang agung yang tiada taranya,
berasal dari Sulawesi ialah Syeikh Yusuf Makasari. Beliau dilahirkan pada 8
Syawal 1036 H atau bersamaan dengan 3 Juli 1629 M, yang berarti belum beberapa
lama setelah kedatangan tiga orang penyebar Islam ke Sulawesi (yaitu Datuk Ri
Banding dan kawan-kawannya dari Minangkabau). Untuk diri sebesar ini selain ia
dinamakan dengan Muhammad yusuf diberi gelar juga dengan ”Tuanku Salamaka”,
”Abdul Mahasin”, ”Hidayatullah” dll.
Dalam salah satu karangannya beliau menulis diujung
namanya dengan bahasa arab ”al-Mankasti” yaitu mungkin yang beliau maksudkan
adalah ”Makassar” yaitu nama kota di Sulawesi Selatan dimasa pertengahan dan
nama kota itu sekarang diganti pula dengan ”Ujung Pandang” yaitu mengambil nama
yang lebih tua dari pada nama Makasar.
Naluri atau fitrah pribadinya sejak kecil telah menampakkan diri cinta akan
pengetahuan keislaman, dalam tempo relatif singkat al-Qur’an 30 juz telah tamat
dipelajarinya. Setelah lancar benar tentang al-Qur’an dan mungkin beliau
termasuk seorang penghafal maka dilanjutkannya pula dengan
pengetahuan-pengetahuan lain yang ada hubungannya dengan itu. Dimulainya dengan
ilmu nahwu, ilmu sharaf kemudian meningkat hingga keilmu bayan, mani’, badi’,
balaghah, manthiq, dan sebagainya.
Beriringan dengan ilmu-ilmu yang disebut ”ilmu alat”
itu beliau belajar pula ilmu fiqih, ilmu ushuludin, dan ilmu tasawuf. Ilmu yang
terakhir ini nampaknya seumpama tanaman yang ditanam ditanah yang subur.
Kiranya lebih serasi pada pribadinya. Namun walaupun demikian adanya tiadalah
dapat dibantah bahwa Syeikh Yusuf juga mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya,
seumpama ilmu hadist dan sekte-sektenya, juga ilmu tafsir dalam berbagai bentuk
dan coraknya, termasuk ”ilmu asbaabun nuzul ”, ”ilmu tafsir”dll.[2] Karangan-karangan
Syeikh Yusuf Tajul Khalwati yang berbahasa arab mungkin merupakan salinan
tulisan tangan telah diserahkan oleh Haji Muhammad Nur (salah seorang keturunan
khatib di Bone dan mungkin adalah keturunan Syeikh Yusuf sendiri).
Kitab-kitabnya
antara lain :[3]
Ar-Risalatun Naqsabandiyyah, Fathur Rahman, Zubdatul Asraar, Asraaris Shalaah, Tuhfatur Rabbaniyyah, Safinatunnajah, Tuhfatul Labiib.
Ar-Risalatun Naqsabandiyyah, Fathur Rahman, Zubdatul Asraar, Asraaris Shalaah, Tuhfatur Rabbaniyyah, Safinatunnajah, Tuhfatul Labiib.
C. Syiekh Abdul Rauf as-Singkili
Nama lengkapnya Abdul Rauf Singkel dalam ejaan
bahasa arab disebut ’Abd ar-Rauf bin ’Ali al-Jawiyy al-Fansuriyy as-Sinkilyy,
selanjutnya akan disebut Abdurrauf. Ia adalah seorang Melayu dari Fansur,
Sinkil (Singkel) di wilayah pantai barat laut Aceh. Hingga saat ini tiak ada
data pasti mengenai tanggal dan tahun kelahirannya. Akan tetapi menurut
hipotesis Rinkes, Abdurrauf dilahirkan sekitar tahun 1615 M. Rinkes mendasarkan
dugaannya setelah menghitung mundur dari saat kembalinya Abdurrahman dari tanah
Arab ke Aceh pada 1661 M.[4]
Abdurrahman wafat pada tahun 1693 M dan dimakamkan
disamping makam teuku Anjong yang dianggap paling keramat di aceh, dekat kuala
sungai Aceh. Oleh karena itulah di Aceh ia dikenal dengan sebutan Teuku di
Kuala. Berkat kemasyurannya, nama Abdurrauf diabadikan menjadi nama sebuah
perguruan tinggi di Aceh, yaitu Univeraitas Syiah Kuala.
Abdurrauf telah menghasilkan berbagai karangan yang
mencakup bidang fiqih, hadist, tasawuf, tafsir al-Qur’an, dan ilmu-ilmu agama
lainnya. Beberapa karangan yang dihubungkan dengan Abdurrauf dibidang tasawuf antara
lain :[5] Tanbih
al-Masyi al-Manshub Ila Thariq al-Qusyassyiyy (pedoman bagi orang yang menempuh
tarekat al-Qusyasyiyy, bahasa arab) ’Umdah al-Muhtajin Ila Suluk Maslak
al-Mufarridin (pijakan bagi orang-orang yang menempuh jalan tasawuf, bahasa
melayu).
Sullam al-Mustafidin (tanga setiap orang yang mencari faedah, bahasa Melayu). Piagam
tentang Dzikir (bahasa Melayu). Kifayah al-Muhtajin Ila Masyrab al-Muwahhidin
al-Qa’ilin bi Wahdah al-Wujud (bekal bagi orang yang membutuhkan minuman ahli
tauhid penganut Wahdatul Wujud, bahasa Melayu).
D. Nuruddin Ar-Raniri
Nuruddin Ar-Raniri lahir di kota Ranir Pantai
Gujarat, India. Tahun kelahirannya tidak di ketahui tetapi banyak ahli yang
memperkirakan ia lahir di akhir abad 16. Guru yang paling berpengaruh adalah
Abu Nafs Sayyid Imam bin ‘Abdullah bin Syaiban, seorang guru Tarekat Rifa’iyah.
Ar-Raniri merupakan tokoh pembaharuan Islam di Aceh. Pembaharuan utamanya
adalah memerangi aliran Wujudiyyah yang dianggap aliran sesat. Karya-karya
beliau antara lain Ash-Shirath Al-Mustaqim, Bustan As-Salatin fi
DzikirAl-Awwalin wa Al-Akhirin, Durrat Al-Farra’idh bi Syarhi Al’Aqa’id, Syifa
Al-Qulub.
Mengenai ketuhanan, Ar-Raniri berupaya menyatukan
paham Mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili oleh Ibn Arabi.
Ia berpendapat ungkapan “wujud Allah dan Alam Esa” berarti alam ini merupakan
sisi lahir dari hakikat batin yaitu Allah SWT sebagaimana yang dimaksud Ibn
Arabi. Tetapi hakikatnya alam ini tidak ada yang ada adalah wujud Allah Yang
Esa. Jadi ia berpendapat bahwa alam ini tidak bisa dikatakan berbeda dengan
Allah atau bersatu dengan Allah, alam ini merupakan tajalli Allah SWT.
E.
Syekh Nawawi Al-Bantani (1230-1314
H / 1815- 1897 M)
Lahir
dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi. Ulama besar
ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Ulama yang lahir di Kampung
Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi
Banten. Bernasab kepada keturunan Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati,
Cirebon. Keturunan ke-12 dari Sultan Banten. Nasab beliau melalui jalur ini
sampai kepada Baginda Nabi Muhammad saw. Di usia beliau yang belum lagi
mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang.
Dalam bidang tasawuf ia memiliki konsep yang identik
dengan tasawuf ortodok. Pandangan tasawufnya meski tidak tergantung pada
gurunya Syekh Khatib Sambas, seorang ulama tasawuf asal Jawi yang memimpin
sebuah organisasi tarekat, bahkan tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia
memiliki pandangan bahwa keterkaitan antara praktek tarekat, syariat dan
hakikat sangat erat. Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini Nawawi
mengibaratkan syariat dengan sebuah kapal, tarekat dengan lautnya dan hakekat
merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di
laut.
Dalam proses pengamalannya Syariat (hukum) dan tarekat
merupakan awal dari perjalanan (ibtida’i) seorang sufi, sementara hakikat
adalah hasil dari syariat dan tarikat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa
Syekh Nawawi tidak menolak praktek-praktek tarekat selama tarekat tersebut tidak
mengajarkan hal-hat yang bertentangan dengan ajaran Islam, syariat. Paparan
konsep tasawufnya ini tampak pada konsistensi dengan pijakannya terhadap
pengalaman spiritualitas ulama salaf. Tema-teman yang digunakan tidak jauh dari
rumusan ulama tasawuf klasik. Model paparan tasawuf inilah yang membuat Nawawi
harus dibedakan dengan tokoh sufi Indonesia lainnya. la dapat dimakzulkan
(dibedakan) dari karakteristik tipologi tasawuf Indonesia, seperti Hamzah
Fansuri, Nuruddin al-Raniri, Abdurrauf Sinkel dan sebagainya.
F.
HAMKA
Hamka,
atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia pada 17 Februari 1908 - 24 Julai 1981)
adalah seorang penulis dan ulama terkenal Indonesia. Ayahnya ialah Syekh Abdul Karim bin
Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah
(tajdid) di Minangkabau. Beliau
melibatkan diri dengan pertubuhan Muhammadiyah dan menyertai cawangannya dan
dilantik menjadi anggota pimpinan pusat Muhammadiyah.Beliau melancarkan
penentangan terhadap khurafat, bida'ah, thorikoh kebatinan yang menular di
Indonesia.
Oleh
itu,beliau mengambil inisiatif untuk mendirikan pusat latihan dakwah
Muhammadiyah. Sebagai realisasi dari
upayanya memurnikan kembali ajaran tasawuf, Hamka menulis beberapa karya yang
berkenaan dengan tasawuf. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok pikirannya,
sebagaimana yang terdapat dalam bukunya, Tasawuf Moderen.
1.
Tentang Harta Benda dan Kekayaan
2.
Al-Qana’ah
3.
Tawakkal
G.
Walisongo
Wali
Songo yang sangat berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya Tanah
Jawa, mempunyai andil yang besar dalam mengajarkan tasawuf kepada masyarakat.
Pada abad ke-12 M, peranan ulama tasawuf sangat dominan di dunia Islam. Hal ini
antara lain disebabkan pengaruh pemikiran Islam al-Ghazali (wafat 111 M), yang
berhasil mengintegrasikan tasawuf ke dalam pemikiran keagamaan madzab Sunnah
wal Jamaah menyusul penerimaan tasawuf di kalangan masyarakat menengah. Hal ini
juga berlaku di Indonesia, sehingga corak tasawuf yang berkembang di Indonesia
lebih cenderung mengikuti tasawuf yang diusung oleh al-Ghazali, walaupun tidak
menutup kemungkinan berkembang tasawuf dengan corak warna yang lain.
Abdul
Hadi W. M. dalam tesisnya menulis : “Kitab tasawuf yang paling awal muncul di
Nusantara ialah Bahar al-Lahut (lautan Ketuhanan) karangan `Abdullah Arif (w.
1214). Isi kitab ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang wujudiyah Ibn
`Arabi dan ajaran persatuan mistikal (fana) al-Hallaj”. Sehingga sejarah
mencatat di samping Wali Songo sebagai pengusung tasawuf sunni juga muncul
Syekh Siti Jenar sebagai penyebar tasawuf falsafi dengan ajaran ‘manunggaling
kawula gusti’. Aliran tasawuf yang berkembang pada zaman Walisongo dikelompokan
menjadi 2 yaitu :
- Tasawuf Sunni
- Tasawuf Falsafi
H.
Syekh Syamsuddin bin Abdillah As-Sumatraaniy
Beliau adalah seorang keturunan ulama, ayahnya bernama
Abdullah as-Sumatri, dan mendapat pendidikan kesufian dari Syekh Hamzah
Pansuri. Syamsuddin Sumatrani dikenal dengan nama Syamsuddin Pasai. Ia pernah
belajar Ilmu Tasawuf pada syekh Hamzah Pansuri dan Sunan bonang di Jawa.Dia
lebih giat menulis buku tasawuf daripada gurunya (Hamzah Pansuri), dan keberhasilannya
karena ditunjang oleh dana yang memadai. Dan di antara karya-karyanya adalah : Jawaahirul
Haqaaiq, Tanbiihuth Thullaab Fi-Ma'arifati Malikil Wahhaab, Risaalatul
Bayyinatil Mulaahazbatil Muwahhidiin 'Alal Muhtadiy Fi-Dzikrillah, Kitab
al-Halaqah dan Nur al-Daqaiq, Sirr al-'Arifin, Mir'at al-Iman, Dzikr al-Da'irah
Qausai al-Adna, Mir'at al-Qulub, Syarah Mir'at al- Qulub, Kitab Ushul al-Tahqiq
dll.
Tentang Allah, Syamsuddin Sumatrani mengajarkan bahwa
Allah itu Esa adanya, Qadim, dan Baqa. Tentang
Penciptaan. Menggambarkan tentang penciptaan dari Dzat yang mutlak. Tentang
manusia ia berpendapat bahwa manusia seolah-olah semacam objek ketika Tuhan
menzahirkan sifatnya. Semua sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia ini hanyalah
sekedar penggambaran sifat-sifat Tuhan dan tidak bearti bahwa sifat-sifat Tuhan
itu sama dengan sifat yang dimiliki manusia.
I.
Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani
Ia termasuk seorang Shufi, putra dari seorang Ulama
Tasawuf yang terkemuka di zamannya, bernama Syekh Abdul Jaiil bin Abdil Wahhab
bin Syekh Ahmad Al-Mahdan Al- Yaman. Dari beberapa ungkapannya, ia sering
mengatakan; seorang Shufi tidak boleh belajar dan berdzikir saja, tetapi ia
harus tampil membela agama Islam dengan perjuangan pisik. Karena itu, ia gugur
di medan peperangan ketika ia turut memimpin pasukan Muslim melawan Siam
(Muanthai) yang hendak melenyapkan agama Islam.
Mengenai kitab karangannya yang memuat ajaran Tasawuf
antara lain : Shiraatul Muriid Fi-Bayaan Kalimatir Tauhid, Hidaayatus Saalikiin,
Siyaarus Saalikin (empat jilid), Urwatul Wutsqaa, Nashiihatul Muslim Wa-Tadzkratul
Mu'minin Fi-Sabilillah, Ratiib Syekh abdish Shamaad Al-Falimbaaniy.
J.
Syeikh Burhanuddin (1646-1693 M)
Beliau
merupakan penduduk asli Minangkabau, lahir pada tahun 1056 H/1646 M dan
meninggal pada bulanSyafar 1111 H/1693 M. Murid dari Syekh Abdul Ra‟uf Singkel yang
berpaham Syafi‟I, Beliau mendirikan madrasah dan mengajar di ulakan,diantara
murid-murid yang pernah belajar dengan beliau adalah; TuankuMansingan Nan Tuo,
Tuanku Imam Bonjol.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Perkembangan tasawuf di
Indonesia berkaitan erat dengan proses islamisasi di kawasan Nusantara. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian besar penyebaran Islam di Nusantara
merupakan jasa para sufi. Adapun tokoh-tokoh sufi yang sangat berpengaruh
di Indonesia adalah Hamzah
Fansuri, al-Raniri, Abd. Rauf Sinkel, Abd Shamad al-Palembani, Sheh Yusuf
al-Makassari, Nawawi al-Bantani, dan Hamka. Dari tokoh-tokoh tersebut di atas
Islam di Indonesia berkembang dan dapat di terima oleh masyarakat bangsa
Indonesia, walau tidak bisa di pungkiri ada perbedaan dan pertentangan di
antara ajaran seorang sufi yang satu dengan tokoh sufi yang lain.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kepada para pembaca, khususnya kepada dosen
pembimbing untuk mengkritik makalah ini yang bersifat konstruktif, kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Nawash.
Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di nusantara, Surabaya: al-Ikhlas,
1999
Fathurrahman, Oman. Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung: Mizan, 1999
Nassr, Sayyid Husein. Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama, 2003
Wahyudi, Agus. Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syeikh Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Dian Yogyakarta, 2006
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monoisme dalam Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990
Fathurrahman, Oman. Tanbih al-Masyi Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung: Mizan, 1999
Nassr, Sayyid Husein. Ensiklopedi Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan, Bandung: Mizan Media Utama, 2003
Wahyudi, Agus. Inti Ajaran Makrifat Islam-Jawa: Menggali Ajaran Syeikh Siti Jenar dan Wali Songo dalam Perspektif Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Dian Yogyakarta, 2006
Zoet Mulder, P.J. Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monoisme dalam Sastra Suluk Jawa, penterj. Dick Hartoko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990
[1]
Abdullah, Nawash. Perkembangan Ilmu
Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di nusantara, Surabaya: al-Ikhlas, 1999
[2]
Nassr, Sayyid Husein. Ensiklopedi
Tematis Spiirtualitas Islam Manifestasi, penterj. Tim Penerjemah Mizan,
Bandung: Mizan Media Utama, 2003
[3]
Ibid 205
[4]
Fathurrahman, Oman. Tanbih al-Masyi
Menyoal Wahdatul Wujud: Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh Abadc 17, Bandung:
Mizan, 1999
[5]
Ibid 175
No comments:
Write komentar