BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan Kewarganegaraan pada awalnya
diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dengan tujuan untuk
meng-Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama “Civics”. Henry Randall
Waite yang pada saat itu merumuskan pengertian Civics dengan “The
science of citizenship, the relation of man, the individual, to man in
organized collection, the individual in his relation to the state”.
Pengertian tersebut menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan membicarakan hubungan
antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan perkumpulan yang terorganisasi
(organisasi social ekonomi, politik) dengan individu-individu dan dengan
negara.
Sedangkan di Indonesia, istilah civics
dan civics education telah muncul pada tahun 1957, dengan istilah
Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961 dan pendidikan Kewargaan negara
pada tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam Civicus, 2005:320). Mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan masuk dalam kurikulum sekolah pada tahun 1968, namun
pada tahun 1975 nama pendidikan kewarganegaraan berubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Agar lebih jelasnya, berikut ini akan
disebutkan secara kronologis sejarah
timbulnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Dalam tatanan kurikulum
pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengembanisasi
demokrasi di Indonesia,yakni :
1.
Pendidikan
kemasyarakatan yang merupakan integrasi negara, ilmu
bumi,
dan kewarganegaraan ( 1954 )
2.
Civics ( 1957/1962 )
3.
Ditingkat
perguruan tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD
1945 ( 1960-an)
4.
Filsafat
Pancasila ( 1970- sampai sekarang )
5.
Pendidikan
kewarganegaraan civics dan hukum ( 1973 )
6.
Pendidikan moral
atau PMP ( 1975 /1984 )
7.
Pendidikan
kewiraan ( 1989-1990-an)
8.
Dan pendidikan
kewarganegaraan ( 2000-sekarang )
Pada
Hakekatnya pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri
dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela
negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
B. Rumusan
Masalah
1. Menjelaskan pengertian dari civic
education
2. Menjelaskan urgensi pendidikan
kewarganegaraan
3. Menjelaskan tentang orientasi civic
education
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari civic education
2. Untuk mengetahui urgensi
pendidikan kewarganegaraan
3. Untuk mengetahui pengertian tentang orientasi civic education
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan(Civic Education)
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan
dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata
kuliah tersebut sering disebut sebagai civic
education, Citizenship Education, dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai democrcy education. Tetapi pada umumnya
pendapat para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Beberapa
pandangan para pakar tentang pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut[1]
:
1. Henry Randall
Waite dalam penerbitan majalah The
Citizendan Civics, pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciens of citizenship, the relation of
man, the individual, to man in organized collections, the individual in his
relation to the state. Dari definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan
Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam
perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi,
politik) dan antara individu- individu dengan negara.
2. Stanley E.
Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship mempunyai dua makna dalam
aktivitas sekolah. Yang pertama, kewarganegaraan termasuk kedudukan yang
berkaitan dengan hukum yang sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan
dengan suara terbanyak, organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan
tanggung jawab.
3. Edmonson (1958)
mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang berkaitan dengan pemerintahan dan
yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara.
4. Menurut Merphin
Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokrasi dan
partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Sementara Soedijarto
mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang
bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara
politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.
5.
Menurut Muhammad
Numan Soemantri, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Civic Education
adalah kegiatan yang meliputi seluruh program
sekolah.
b.
Civic Education
meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang
dapat menumbuhkan hidup dan prilaku
yang lebih baik dalam masyarakat demokrasi.
c.
Dalam Civic
Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut
pengalaman, kepentingan masyarakat,
pribadi dan syarat- syarat objektif untuk hidup bernegara.
6. Menurut
Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education dikembangkan
menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi juga
membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia, global society.
7. Soedijarto
mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang
bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara
politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas
pengertian civic education
(Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif dari
pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah.
Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang diharapkan akan
menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk :
a.
Mengetahui,
memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.
b. Dapat membuat
keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam
masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara.
Jadi,
pendidikan kewarganegaraan (civic
education) adalah program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah
kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungan Hakekat pendidikan kewarganegaraan
adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga
negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan
pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan
dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik
atau sering disebut to be good citizenship, yakni warga yang
memiliki kecerdasan baik intelektual, emosional, sosial
maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggung jawab, dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tumbuh rasa
kebangsaan dan cinta tanah air.
Secara
istilah Civics Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah
Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan Tim ICCE (Indonesian
Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai Pengembang Civics Education di
Perguruan Tinggi yang pertama.
Sedangkan
istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zemroni, Muhammad Numan
Soemantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED ( Center Indonesian for Civics
Education), Merphin Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainnya.[2]
Pendidikan Kewargaan semakin menemukan momentumnya pada dekade 1990-an dengan
pemahaman yang berbeda-beda. Bagi sebagian ahli, Pendidikan Kewargaan
diidentikkan dengan Pendidikan Demokrasi ( democracy Education), Pendidikan HAM
( human rights education ) dan Pendidikan Kewargaan ( citizenship education ).
Menurut
Azra, Pendidikan Demokrasi (democracy Education) secara subtantif menyangkut
sosialisai, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya dan
praktik demokrasi melalui pendidikan. Masih menurut Azra, Pendidikan Kewargaan
adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan
pendidikan HAM. Karena, Pendidikan Kewargaan mencakup kajian dan pembahasan
tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak
dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan
keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga
dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi
publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan
aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian
antar budaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
Sedangkan
Zamroni berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada
generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat.
B.
Urgensi
Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Syafi’i Ma’arif, demokrasi bukanlah suatu wacana, pola
pikir atau perilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi, bukan pula ”barang
instan”. Menurutnya, demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan negara
berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat
menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan baik secara sosial ekonomi
maupun politik. Dari sudut pandang ini, demokrasi dapat tercipta bila
masyarakat dan pemerintah bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya
demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Proses demokratisasi di
Indonesia masih membutuhkan topangan budaya demokrasi yang genuine. Tanpa dukungan
budaya demokrasi proses transisi demokrasi masih rentan terhadap berbagai
ancaman budaya dan perilaku tidak demokratis warisan masa lalu, seperti
perilaku anarkhis dalam menyuarakan pendapat, politik uang(money policts), pengerahan massa untuk tujuan politik dan
penggunaan simbol-simbol primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.
Mengaca pada kenyataan tersebut, Menurut Azyumardi, bangsa
Indonesia membutuhkan demokrasi berkeadaban (civilitized democracy) atau apa yang dikatakan oleh Robert W.
Hefnefer sebagai keadaban demokrasi (democracy
civility). Namun demikian menuju tatanan demokrasi keadaban yang lebih genuine dan otentik bukanlah hal yang
mudah dan instan. Sebaliknya, ia membutuhkan proses pengenalan, pembelajaran
dan pengamalan (learning by doing) serta pendalaman (deepiing) demokrasi. Ada dua alasan, menurut Azyumardi,[3]
mengapa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kebutuhan mendesak bagi bangsa
indonesia dalam membangun demokrasi berkeadaban. Pertama, meningkatnya gejala
dan kecenderungan polical illiteracy, tidak sadar adanya politik dan tidak
mengetahui cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya di kalangan warga
negara. Kedua, meningkatnya political apathism (apatisme politik) yang
ditunjukkan dengan sedikitnya keterlibatan warga negara dalam proses-proses
politik.
Jika demokrasi merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar atau
dimundurkan (point of no return) bagi
bangsa indonesia, maka Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) adalah
salah satu penyemaian budaya demokrasi yang tidak bisa diabaikan oleh bangsa
yang memiliki komitmen kuat untuk menjadi lebih demokratis dan berkeadaban.
Karena bagi bangsa indonesia mengalami demokrasi (experiencing democracy) merupakan sesuatu yang baru. Demokrasi
sebagaimana dikemukakan oleh Udin S.Winataputra tidak diturunkan melalui
kelahiran, melainkan dicerna melalui proses belajar (pendidikan).
Pertumbuhan demokrasi di Indonesia, sebagaimana dikatakan oleh
Azyumardi, seyogyanya tidak akan diperlukan secara trial and eror. Pertumbuhan demokrasi juga tidak bisa diperlakukan
secara taken for granted. Demokrasi
tidak hanya diperjuangkan, tetapi lebih dari itu harus disemaikan,
ditanamkan,di pupuk dan dibesarkan melalui upaya-upaya yang terencana, teratur
dan terarah pada seluruh lapisan masyarakat. Jika sangat tidak boleh jadi pohon
demokrasi yang mulai tumbuh akan layu dan mati sebelum sempat berurat akar. salah
satu bentuk upaya dimaksud adalah melalui program Pendidikan Kewarganegaraan (civic education).[4]
C.
Orientasi
Civic Education
Orientasi lama pengajaran PPKn yang lebih menekankan
kepatuhan peserta didik kepada negara sudah saatnya diubah ke arah pengajaran
yang berorientasi pada penyiapan peserta didik menjadi warga negara yang
kritis, aktif, toleran, dan mandiri. Jika orientasi pendidikan PPKn masa lalu
telah terbukti gagal melahirkan manusia Indonesia yang mandiri dan kreatif,
karena terlalu kuatnya muatan “pengarahan” negara atas warga negara, pendidikan
kewarganegaraan mendatang seharusnya diarahkan untuk membangun daya kreativitas
dan inovasi peserta didik melalui pola-pola pendidikan yang demokratis dan
partisipatif. Perilaku budaya demokrasi harus terus dikembangkan dalam
kehidupan demokrasi, baik dalam suprastruktur maupun infrastruktur.
Perilaku budaya demokrasi yang dikembangkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan menghasilkan demokrasi
yang berbudaya dan peradaban. Kondisi demikian merupakan iklim yang cukup
mendukung terwujudnya masyarakat madani. Untuk membentuk suatu negara yang
demokratis, maka negara tersebut harus melaksanakan prinsip demokrasi yang
didukung oleh warga negara. Prinsip demokrasi adalah perilaku yang dilandasi
oleh nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi tersebut antara lain :
adil, terbuka, menghargai, mengakui perbedaan, anti kekerasan, damai, tanggung
jawab ,dan kerja sama.
Sistem politik demokrasi yang berlaku di Indonesia
adalah Sistem Politik Demokrasi Pancasila. Budaya demokrasi Pancasila merupakan
paham demokrasi yang berpedoman pada asas kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanaan yang Maha
Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan bersama
sama menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keinginan rakyat dapat tersalurkan baik dalam
lembaga suprastruktur politik (lembaga negara), maupun dalam infrastruktur
politik (partai politik, organisasi massa, dan media politik lainnya). Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
Pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Visi Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam pengembanan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan
mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini
berdasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai
generasi bangsa yang harus memililki visi intelektual, religius, berkeadaban,
berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
2.
Misi Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiwa memantapkan
kepribadiannya , agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmub pengetahuan ,
teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. Pendidikan kewarganegaraan
sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan
berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, Citizenship Education,
dan bahkan ada yang menyebutnya sebagai democrcy
education.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kepada para pembaca, khususnya kepada dosen
pembimbing untuk mengkritik makalah ini yang bersifat konstruktif, kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ubaidillah, A, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000.
http : // fhspot.blogspot.com diakses 18
September 2014, 19.30 WIB.
http://rachmadrevanz.com/2011/pandangan-pakar-tentang-pengertian-pendidikan
kewarganegaraan.html diakses pada 18 September 2014, 10.30 WIB.
Alim, Syahirul. Pengertian, Urgensi dan Orientasi Civic Education. Makalah
Seminar Tentang Civic Education Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2012.
Tim Penyusun MKD UIN Surabaya. Civic Education(Pendidikan
Kewarganegaraan). Surabaya : SAP UIN Sunan Ampel
Press, 2013.
Tim Penyusun MKD IAIN Surabaya. Merevitalisasi
Pendidikan
Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi. Surabaya : SAP
IAIN Sunan Ampel Press, 2011.
No comments:
Write komentar