Sahabat dunia islam, Para sahabat dan
generasi salaf secara umum adalah umat terbaik sepanjang sejarah Islam.
Ini seperti ditegaskan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Imran
bin Hushain.
Kedekatan mereka dengan Rasulullah SAW menjadi faktor utama
keistimewaan tersebut. Ini didukung dengan beberapa komitmen terhadap
risalah yang dibawa Rasul. Seperti apakah potret para generasi salaf?
Lewat bukunya yang berjudul Syifa al-Qulub, Syekh Musthafa al-Adawi
menginventarisasi sejumlah potret keteladanan para salaf. Kesungguhan,
komitmen, kesehajaan, kesalihan, dan ragam kebajikan terdapat dalam
pribadi mereka.
Inilah keteladan yang mendasar dari para generasi salaf. Segala amal
saleh mereka lakukan, bahkan satu sahabat bisa beramal lebih dari satu
jenis amalan pada pagi hari, seperti yang pernah ditunjukkan Abu Bakar.
Rasul, dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah, pernah bertanya siapa
yang pada pagi itu sedang berpuasa, mengantarkan jenazah, memberikan
makan dhuafa, dan menjenguk orang sakit?
Dan, Abu Bakarlah satu-satunya sosok yang mampu menjawab pertanyaan
Rasul itu dengan jawaban “saya”. Rasul pun menimpali jawaban mertuanya
itu dengan sebuah ganjaran setimpal. “Tidaklah ke semua amalan itu
berkumpul dalam pribadi seseorang kecuali akan masuk surga,” titah
Rasul.
Potret keteladanan para sahabat yang berikutnya, ungkap al-Adawi,
ialah kegemaran mereka menafkahkan harta untuk menopang agama dan
aktivitas keagamaan. Ini seperti ditunjukkan Umar bin Khatab dan Abu
Bakar. Bahkan, keduanya saling berkompetisi dalam artian positif guna
membelanjakan harta mereka di jalan Allah.
Umar pernah menginfakkan separuh hartanya dan setengah lainnya
disisakan untuk keluarga. Tanpa diduga, ternyata Abu Bakar telah
menyedekahkan keseluruhan hartanya. Umar pun berseloroh tak mampu lagi
mengungguli kebaikan Abu Bakar.
Para sahabat tersebut, belajar tauhid, lalu menekankan betul arti
ketauhidan itu bahwa Dialah satu-satunya yang patut disembah. Seperti
dikisahkan Aisyah dalam riwayat Bukhari, ketika Rasul meninggal, para
sahabat, terutama Umar bin Khatab, sempat tidak percaya.
Bahkan, sahabat berjuluk al-Faruqtersebut sempat marah dan akan
memotong kaki serta tangan siapa pun yang bilang Rasul wafat. Hingga
akhirnya, Abu Bakar memastikan kabar dan fakta tersebut. “Barangsiapa
yang menyembah Muhammad SAW maka Rasul wafat. Dan, barangsiapa yang
menyembah Allah maka sesungguhnya Allah tidak akan pernah mati.”
Tiap musibah, bencana, dan kesulitan, telah ditetapkan Sang Khalik.
Di tengah-tengah impitan masalah tersebut, pertolongan Allah akan
datang bagi orang-orang mukmin yang bertawakal. Sebab, Dia akan
memberikan kemudahan setelah kesulitan.
Karena, Allah selalu menyertai hamba-Nya yang beriman. Ketika Rasul
dan Abu Bakar bersembunyi dalam gua dari kejaran orang musyrik, nyaris
saja terungkap. Kekhawatiran tampak dari raut muka Abu Bakar. Tetapi,
Rasul meyakinkan, “Tenanglah, jika kita berdua Allah SWT adalah pihak
ketiga.”
Menariknya, para sahabat itu tidak pernah silau dan pongah dengan
keistimewaan yang mereka miliki. Ini seperti tergambar dari sosok Umar
bin Khatab, ketika Ibnu Abbas mengungkap kedekatan Umar dengan Rasul dan
Abu Bakar. “Semua itu adalah anugerah Allah,” kata ayahanda Khafshah
tersebut.
Potret sahabat Rasulullah
selanjutnya, yaitu mereka merupakan teladan tentang bagaimana bersikap
malu kepada Allah, sehingga muncul kontrol diri baik di dalam kondisi
terang-terangan ataupun menyendiri. Sikap malu ini mendorong rasa segan
dan hormat, para malaikat kepada para sahabat. Sosok Utsman bin Affan,
salah satunya.
Sahabat berjuluk dzun nurain itu adalah figur pemalu. Suatu ketika,
Abu Bakar dan Umar bin Khatab pernah menghadap Rasul dalam kondisi
seadanya. Tetapi, ketika giliran Utsman bin Affan tiba, Rasul bergegas
merapikan baju. Ini membuat Aisyah terheran, ada apa dengan Utsman.
Rasul pun menjawab, “Tidakkah aku malu terhadap lelaki yang disegani
para malaikat,” titah Rasul.
Keberanian menempatkan pula sahabat sebagai generasi istimewa lagi
unggul. Ketika perintah berjihad datang, mereka tak gentar, tetap
bersabar, dan gigih. Sekali ke medan peran, tak ada kata mundur. Ini
seperti yang dikisahkan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, ‘Atabah bin
Rabi’ah menantang duel dan menginginkan lawan setimpal dari golongan
Muhajirin. Rasul akhirnya menunjuk Hamzah, Ali, dan Ubaidah bin
al-Harits. Duel maut pun terjadi dan ketiga maju lalu bertempur dengan
gagah berani.
Di ambil dari Duniaislam.org
No comments:
Write komentar