Jakarta - Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika
Serikat (AS) menimbulkan gejolak di pasar keuangan global. Mata uang
banyak negara di dunia termasuk rupiah harus melemah terhadap dolar AS.
Hal ini kemudian juga berdampak terhadap program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Mantan
Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengatakan tekanan yang terjadi pada
rupiah membuat repatriasi terhambat. Pasalnya, orang Indonesia yang
tadinya ingin membawa uangnya pulang ke dalam negeri khawatir akan
volatilitas dari nilai tukar. Makanya repatriasi baru mencapai kisaran
Rp 140 triliun.
"Ada risiko dari rupiah. Makanya banyak orang
yang berpikir, lebih baik saya taruh di luar tapi nggak ada risiko nilai
tukar," ujarnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (16/11/2016)
Meskipun
sebenarnya menurut Chatib pelemahan rupiah tidak akan seburuk yang
dibayangkan. Pemilik modal seharusnya tidak perlu khawatir. Meletakkan
dana di pasar keuangan Indonesia masih untung dibandingkan negara lain
termasuk AS. Indikatornya adalah dari suku bunga acuan.
Investor
tidak mungkin memilih Eropa dan Jepang, karena negara tersebut
menjalankan suku bunga negatif. Bila menempatkan dana di kedua negara
tersebut, artinya investor justru akan rugi.
"Spread yang dijaga antar fed fund rate dan BI rate itu adalah 400 basis point. Karena walaupun interest rate kita positif, tetapi kalau tidak ada premium, maka orang akan melihat return
di AS pasti lebih besar. Mungkin pelemahan rupiah akan terjadi, selisih
dari BI rate yang sudah relatif besar, mungkin dampaknya tidak terlalu
signifikan," paparnya.
Lengkapnya lihat di Detik.com
No comments:
Write komentar